
YOGYAKARTA, 13/4 - Melihat seniman muda sekarang lebih kreatif. “Kok seniman muda sekarang pinter-pinter, akalnya banyak, membuat sesuatu dengan apa adanya, tapi kok ya bisa jadi nyeni", itulah komentar Kartika Affandi disela-sela acara melukis bareng Pasar Burung Ngasem, Yogyakarta, Minggu (11/4). Putri pasangan Affandi dan Maryati yang lahir di Jakarta, 27 November 1934 ini, sejak usia dini telah hidup dan belajar dari sang ayah. Walaupun oleh ayahnya ia dibebaskan memilih jalan hidupnya, pilihannya jatuh pada seni melukis. Sehingga tidak heran corak karya lukisannya tidak berbeda jauh dari sang ayah. Mulai belajar melukis bersama sang ayah sejak 1958. Kartika terus menghasilkan ribuan karya seni rupa. Tahun 1957 untuk pertama kalinya pameran bersama dengan pelukis wanita di Yogyakarta, ditahun 1958 pameran bersama keliling Negara-negara sosialis. Pada tahun 1964, ia mengikuti pameran bersama di Museum Modern of Art, Rio De Janeiro, Brazil. Di tahun 1967, membantu Affandi membuat lukisan dinding (Fresco) di East West Center University of Hawaii, USA. Di tahun 1977, ia menjadi kurator pada museum Affandi hingga sekarang. Dan pameran-pameran besar lainnya yang pernah ia ikuti baik di dalam mau pun di luar negeri.
Putri maestro seni rupa Affandi ini menceritakan masa mudanya mendalami dunia seni lukis. "Dulu, banyak seniman membuat karya yang njelimet (rumit). Lukisan dibuat mirip dengan aslinya. Kalau sekarang, seniman muda lebih suka menghasilkan karya yang sederhana, apa adanya, dan polos", kata ibu yang suka mengenakan topi dengan hiasan bunga. Banyaknya seniman muda sekarang memberi warna baru dalam dunia seni. Karya anak muda sekarang menurutnya lebih kreatif dan sederhana, sesuai dengan jiwa muda yang tidak suka dikekang dengan aturan atau batasan-batasan. “Memang seharusnya seni seperti itu, jangan dibatasi dan biarkan lahir begitu saja”, ungkapnya disela-sela mengerjakan lukisannya.
Baginya yang terpenting adalah eksistensi, nama besar, dan yang utama adalah idealisme. Baginya, seorang seniman harus memiliki idealisme terhadap karyanya. Jangan sampai seorang seniman tidak memiliki idealisme, atau justru cenderung mencuri idealisme seniman lain. Menurutnya, “Kalau para seniman memiliki idealisme, apa pun yang dihasilkan dari dirinya ga ada yang jelek kok. Tapi kalau meniru, ya sebagus-bagusnya barang tiruan tetap ga ada artinya”. Munurutnya, sekarang ini lebih banyak tukang melukis, alias melukis karena pesanan dan tidak berdasarkan idealismenya. “Udah banyak karya saya yang dipalsu orang untuk kemudian dijual demi mendapatkan uang”, keluhnya sambil menunjukan beberapa karya yang pernah dipalsukan.
Kartika Affandi berharap, akan terus lahir seniman-seniman seni rupa muda yang memiliki idealisme sendiri nantinya. Agar apa pun karya seni rupa yang dihasilkan memiliki kesan dan kebanggaan tersendiri bagi yang membuatnya dan juga orang lain yang menikmatinya. Ia memberikan penekanan dengan menyatakan dunia seni lukis harus memiliki kesan tersendiri bagi pembuatnya dan penikmatnya. Kartika Affandi berharap, “Mudah-mudahan akan lahir maestro-maestro seni rupa berbakat nantinya, agar dapat terus memberi warna bagi dunia seni rupa ke depannya”. Meski fisik sudah tidak mendukung, Kartika tidak mau kalah dengan seniman muda. Ia tetap ingin memperlihatkan ke muka publik bahwa dia masih mampu berkarya, bahkan tidak sedikit sumbangsihnya bagi bangsa ini.
[Farmaditya Wisnuwardhana/153080350-Penulisan Berita/soft news]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar